Menggenggam Impian

[25] Menggenggam Impian Bossman Mardigu Wowiek - Sadar Kaya

Pekan lalu saya memang mengajukan sebuah pertanyaan yang bertujuan untuk membuat level
kehidupan bisnis saya naik, setidaknya secara keilmuan. Saya merasa gagal, saya merasa Ielah. Saya merasa apa yang saya jalankan dipandang stakeholder sebagai sesuatu yang salah dan bisa menyebabkan kerugian.

Sementara, saya merasa mereka tidak paham maksud saya. Namun, begitu banyak orang mengatakan hal yang saya Iakukan tidak benar. Maka, saya yang harus berkaca, melihat ke diri sendiri.

Akhirnya saya setuju, saya salah.

Saya terima kesalahan saya, sayangnya saya tidak tahu harus meIakukan apa lagi, hingga saya hampir menyerah. Saya kelelahan berjuang, saya memerlukan arah. Dan, inilah kalimat Pak Kadek, seorang yang telah makan asam garam kehidupan.

"Jika kamu berpikir akan menyerah atas segala usaha yang kamu perbuat, ambil waktu sebentar untuk menengok ke belakang. Coba kamu lihat, berapa jauh dan panjangnya perjalanan yang kamu telah lakukan," katanya. Dia berhenti sebentar, meminta asbak untuk rokoknya yang sudah mulai memanjang ujung sisa tembakau terbakarnya.

Lalu Ianjutnya, "Jika kehidupan memukulmu keras, pukul kembali lebih keras. Jika kamu jatuh tapi mantulmu Iebih tinggi dari jatuhmu, itu namanya peningkatan.”

"Di kala semua orang bermimpi untuk sukses, seorang pemenang akan bangun dan kerja keras untuk meraihnya. Jika kamu ingin mencapai impian yang tak terhingga, kamu harus bekerja keras dengan benar dari awalnya.”

"Kamu harus bekerja 'like never before', tidak sama dengan apa yang pernah kamu Iakukan. Lebih keras, Iebih benar. Sebuah kegagaIan adalah peluang untuk memulai kembali dengan benar, Iebih bijak." Dia berhenti sejenak untuk memindahkan posisi duduknya. Matanya menerawang ke halaman depan kamar kerjanya yang banyak pepohonan.

"Kamu pasti tidak pernah gagal dalam skala ukuran saya. Di kala dalam perjalanan kehidupan ada hal yang tidak terelakkan terjadi. Tidak mungkin menjalani kehidupan tanpa kegagalan. Kecuali kamu hidup dengan sangat hati-hati. Yang artinya, bisa saja kamu tidak hidup sama sekali dan dalam hal ini kamu sudah gagal dari awalnya. Kamu tidak hidup.

"Hidup pasti ada gagalnya, bahkan hidup adalah tumpukan kegagalan. Jadi kenapa mesti takut, takut gagal. Toh, itu salah satu arti hidup. Sangat mudah terjebak dalam kegagalan, bahkan banyak kegagalan tepat di ujung kesuksesan. Hal itu terjadi karena dua hal, kamu takut untuk gagal lagi atau kamu tidak memantaskan dirimu untuk mendapatkan yang Iebih baik."

Kemudian dia menatap saya tajam, dan berujar, "Saya mengenal kamu, bahan dasar kamu baik. Kedua orangtua kamu saya kenal. Bahan baku mereka juga baik. Kalau bibitnya baik, buahnya pasti baik.”

"Tinggal seberapa kamu kuat bertahan dan menjaga api semangatmu. Kamu harus menjalani hidup kamu dengan seluruh potensi yang Tuhan sudah berikan. Kamu harus memberi fondasi yang kuat untuk impianmu. Ingat, buat fondasi impian kamu!"

Pak Kadek berpaling dan mengubah posisi duduk menatap ke arah jendela. Menyeruput kopi yang sudah mulai dingin, dan meIanjutkan ceritanya yang dibuka dengan pertanyaan. "Kamu tahu apa yang ada dalam pikiran Lee Kuan Yew di kala melihat Singapura tahun '60-an? Di awal dirinya memegang tampuk pemerintahan di Singapura?"

Saya menggelengkan kepala.

"Persoalannya lebih pelik dan lebih parah dibandingkan apa yang sedang kamu hadapi. Negara yang tidak memiliki kekayaan apa pun, tidak punya sumber daya alam, perilaku bangsanya malas, jorok, dan pola pikirnya sempit.

"Setiap minggu, tidak heran ada mayat terbujur penuh luka di selokan. Penyakit di mana-mana dan tidak ada sumber mata pencaharian bagi penduduk Singapura kala itu.

"Tahu apa yang Lee Kuan Yew Iakukan? Dia berpikir, masyarakat Singapura harus memiliki visi yang jelas. Memiliki semangat yang sama, memajukan bangsa. Lagu kebangsaan Singapura mencerminkan semangat tersebut, 'Majulah Singapura'.

"Tidak ada hal terbaik yang bisa dilakukan kecuali memberikan sesuatu di pikiran setiap penduduk Singapura di kala itu. Dia meletakkan ‘impian'. Dia membuat banyak foto berukuran postcard atau kartu ucapan.

"Foto itu berisi gambar-gambar yang indah di negeri Eropa yang maju, sejahtera, dan indah. gambar anak yang bermain ayunan tertawa bahagia, keluarga yang riang sedang tamasya, gambar rumah sakit yang bersih, gambar lingkungan yang tertata rapi, gambar anak bersekolah dengan senyum ceria, bangunan megah dan indah, serta kota gemerlap penuh keceriaan di Eropa.

"Lee Kuan Yew membawa gambar itu ke seluruh negeri. Ditunjukkannya ke semua penduduk di pelosok sekalipun. Dia perlihatkan, inilah Singapura nantinya. Inilah gambaran Singapura ke depan.

"Dia jadikan gambar itu sebagai visi bersama, impian bersama. Dengan syarat, ke depannya bangsa Singapura harus percaya pada impian tersebut. Jangan pernah menyerah, selalu semangat, terus pegang visi tersebut erat-erat. Percaya visi itu akan terjadi.

"Puncaknya, 35 tahun kemudian, 5 tahun setelah Lee tidak lagi menjadi perdana menteri, ada sebuah pesta bersama yang diselenggarakan besar-besaran di malam tahun baru di seluruh Singapura.
.
"Sebuah karnaval keceriaan yang dipuncaki dengan teriakan menggema di seluruh antero Singapura bersama-sama. Mereka mengatakan, 'Yes, we've arrived!' Ya, mereka tiba di tempat yang sama dengan gambaran yang mereka lihat 35 tahun yang Ialu.

"Waktu itu saya di sana, Wiek. Bergetar seluruh tubuh ini, berlinang air di pipi karena haru, semangat itu benar-benar nyata. Benar, kita bukan bagian dari mereka, tetapi semangat juang seperti yang mereka lakukan di mana pun buat siapa pun, dampak positifnya sangat terasa dan hal itu membanggakan. Ketika impian bersama itu digenggam bersama, siapa saja yang memiliki hati di tempat itu akan merasakan dahsyatnya arti kata, 'Yes, we've arrived!'

"Selama sekian tahun, mereka terus berpegang pada mimpi bersama itu. Dan kamu...," katanya sedikit mengambil jeda, "punyakah impian sebesar itu? Percayakah kamu pada impian kamu? Apakah orang di sekelilingmu memiliki impian bersama tersebut? Ingat, Wiek. Impian bisa mengubah fakta, selama kamu percaya dan tidak menyerah."

Sebentar lagi, Anda akan menyelesaikan buku ini. Coba Anda melihat kembali tulisan dari awal. Tidak banyak tulisan tersebut. Semua kisah berdasar cerita nyata keseharian yang ditulis untuk memberikan pikiran Anda gambaran, apa yang akan dilakukan.

Bukan peristiwanya. Karena Anda akan menulis kisah kehidupan Anda sendiri. Namun, benang merahnya. Apa itu prosperity consciousness, kesadaran kemakmuran, dan millionaire mindset.

***

Related Posts

Posting Komentar

Subscribe Our Newsletter