Belajar Sambil Mengerjakan

Dipesan sebelum dijual

Suatu hari istri saya membeli mesin jahit bekas dari tabungan uang sisa bulanan. Lalu, dia mulai menjahit sendiri barang-barang untuk keperluan bayi kami. Ada produk yang menarik perhatian saya, yaitu gendongan bayi yang mirip backpack bermotif gambar yang lucu. Menurut saya, ide tersebut cukup inovatif Istri saya bercerita bahwa dia hanya membutuhkan modal Rp10.000 untuk membuat tas itu. Kemudian, dia berencana untuk membuat tas sekolah. Dia mengatakan bahwa harga bahannya cukup murah. Intinya dia bisa mendapatkan keuntungan yang cukup dari usahanya ini. Akhirnya, dia menghabiskan waktu luangnya selama seminggu untuk menjahit.

Padahal dia tidak pernah kursus menjahit, tetapi dia terus berusaha mewujudkan idenya. Akhirnya, istri saya berhasil membuat sekitar 20 tas bermacam-macam model. Tanpa susah payah, ternyata sudah banyak yang memesan tas tersebut. Dan usaha memanfaatkan waktu luang tersebut, dalam waktu 3 bulan, istri saya sudah memiliki 2 orang tukang jahit sebagai asistennya untuk membantu pekerjaannya. Istri saya pun mencoba berjualan di sekolah-sekolah dengan memanfaatkan jasa ibu-ibu yang sedang menunggu anaknya sebagai marketing arm (tenaga penjual). Saya melihat, dia sangat serius menjalankan bisnis ini. Waktu itu, saya sendiri sangat sibuk dengan bisnis toko swalayan dan pabrik kapur di Cileungsi, Bogor.

Saya mendapatkan laporan apa saja yang dikerjakan istri saya setiap harinya, tetapi saya tidak memberikan informasi apa-apa kepadanya. Saya membiarkan istri berkembang dengan caranya sendiri. Dia sangat bersemangat dan berencana setiap minggu akan berjualan di Monas dan Senayan sambil lari pagi. Sejak ide tersebut, setiap hari Minggu kami sekeluarga beserta karyawannya berolahraga sambil menjajakan dagangannya. Dua bulan pertama, hasilnya sangat baik karena tas dijual dengan harga yang murah, tentu saja banyak orang yang tertarik.

Namun, pada bulan berikutnya penjualan agak menurun. Hal itu disebabkan adanya pesaing yang menjual produk yang sama dan lebih bervariasi. Istri saya sempat terpukul dan kehilangan semangatnya. Saya berusaha untuk memahami perasaan istri dan tidak mengomentarinya. Dalam hati, saya berkata bahwa istri telah belajar dari pengalamannya. Sekarang, survivor insting dalam hidupnya sedang diuji.

Untuk menjadi pengusaha handal tidak perlu memiliki pengalaman terlebih dahulu. Jika kita akan memulai usaha, tidak perlu berpikir panjang atau merencanakan sesuatu yang muluk-muluk. Kerjakan dulu semuanya, lakukan apa yang dapat dilakukan. Tangani semua hal yang terjadi sambil menjalankan bisnis tersebut. Ketakutan biasanya muncul karena kita terlalu siap dan banyak berpikir. Pada praktiknya, banyak hal yang berbeda dengan apa yang kita pikirkan. Tidak ada alasan bagi kita untuk tidak memulai bisnis walaupun tidak ada pengalaman. Kemampuan itu tumbuh jika kita menjalankannya, bukan hanya sekedar memikirkannya.

Di awal tahun pertama pernikahan kami, saya selaku kepala rumah tangga berkewajiban membiayai kebutuhan keluarga. Setiap bulannya istri saya membuat rencana budget, kemudian saya memenuhi sesuai dengan rencana tersebut. Namun, banyak hal terjadi di luar rencana. Ada saja kenaikan yang membuat budget semakin bertambah. Bertambahnya anggota keluarga pun ikut menambah pengeluaran keluarga dan saya pun harus bekerja ekstra untuk memenuhi kebutuhan tersebut, tetapi itulah warna kehidupan.

Related Posts

Posting Komentar

Subscribe Our Newsletter